Sabtu, 09 Mei 2009

Provinsi Kotawaringin

Statistik:

  • Judul : Provinsi Kotawaringin
  • Arah Pembicaraan : Membahas tentang pemekaran provinsi di Kalimantan Tengah.
  • Buah Pikiran : someone behind kotawaringin@yahoo.com


Kenapa Harus Ada “Propinsi Kotawaringin”, Sebuah tinjauan SWOT Analysis

Luas Propinsi Kalimantan Tengah yang 153.800 Km2 (hampir 1,5x pulau
jawa) dengan hanya 14 Kabupaten ditambah lagi dengan posisi ibukota
Palangkaraya yang tidak dilalui Transportasi Laut, mengakibatkan
Propinsi ini pertumbuhannya kalah bersaing dibandingkan 3 saudaranya di
Kalimantan yaitu Kaltim, Kalsel dan Kalbar, apalagi bila dibandingkan
dengan Propinsi di Sumatera, Sulawesi dan Jawa. Sedangkan luas
Kabupaten Kotawaringin Timur, Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara dan
Lamandau bila digabung menjadi Propinsi Kotawaringin adalah 2 kali luas
Propinsi Jawa Timur. Jadi syarat jumlah Kabupaten dan luas wilayah
secara geografis teritorial terpenuhi untuk adanya sebuah propinsi
baru, yaitu Propinsi Kotawaringin, dengan minimal 5 Kabupaten.
Akhir-akhir
ini semakin marak tuntutan dibentuknya Propinsi Kotawaringin yang
terdiri dari Kabupaten Kotawaringin Timur, Seruyan, Kotawaringin Barat,
Sukamara dan Lamandau. Semoga saja tuntutan ini benar-benar dari akar
rumput atau keinginan masyarakat kabupaten tersebut, bukan hanya kaum
elit lokal semata yang ingin bagi-bagi kekuasaan, agar kekuasaaan
mereka tetap langgeng. Lalu, kenapa Kabupaten Katingan tidak termasuk
yang menyuarakan Kotawaringin, padahal Kabupaten ini adalah hasil
pemekaran Kabupaten Kotawaringin Timur.

Strength
Sejarah
Sampit
sudah disebut merupakan salah satu daerah yang pernah dikunjungi Patih
Gajah Mada dari Majapahit dalam kitab “Negara Kertagama” karangan Mpu
Prapanca pada abad ke-13, Selain itu juga pernah berdiri Kerajaan
Sungai Sampit pada abad ke 13 di Sungai Sampit. Setelah Kerajaan Sungai
Sampit tidak ada, berdiri pula Kesultanan Sampit selanjutnya. Bendera
Kesultanan Sampit dapat dilihat pada link situs berikut :
http://www.crwflags.com/fotw/flags/id-sampi.html
Selain
itu pernah lahirnya Kodam Tambun Bungai di Sampit ketika awal
kemerdekaan RI, merupakan bukti kokohnya sejarah dan keterikatan
wilayah Kotawaringin.
Sedangkan Pangkalanbun yang merupakan ibukota
Kotawaringin Barat adalah bekas ibukota Kerajaan Kotawaringin pada abad
ke-16 yang merupakan pecahan dari Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan.

Lalu
kenapa Sampit atau Pangkalanbun tidak dijadikan ibukota Propinsi
Kalimantan Tengah saat didirikan tahun 1958, melainkan Palangkaraya,
padahal Sampit dan Pangkalanbun lebih dulu ada ? Palangkaraya dijadikan
ibukota Kalimantan Tengah adalah menyesuaikan perencanaan Ir. Sukarno,
Presiden RI saat itu, untuk menjadikan Palangkaraya sebagai ibukota
pemerintahan Negara, sementara Jakarta sebagai ibukota ekonomi dan
bisnis, yang kemudian ternyata Palangkaraya tidak jadi ibukota
pemerintahan RI. Ambisi ini sebenarnya meniru Amerika Serikat dengan
Washington sebagai ibukota Pemerintahan, sementara pusat ekonomi dan
bisnis adalah New York. Belakangan yang berhasil menerapkan ini adalah
Malaysia dengan ibukota pemerintahan pindah ke PuteraJaya, sedangkan
pusat ekonomi dan bisnis adalah Kuala Lumpur.
Jadi, dari sisi
sejarah, Sampit dan Pangkalanbun jelas lebih dulu ada dan berkembang
dibandingkan Propinsi Kalimantan Tengah yang berdiri tahun 1958 dengan
ibukotanya Palangkaraya yang dulu hanya merupakan Kecamatan Pahandut.

Perdagangan
Kota
Sampit dan Pangkalanbun mempunyai Jalur Pelabuhan Laut yang memudahkan
arus barang masuk, sehingga memudahkan dalam perdagangan, sedangkan
Palangkaraya tidak memiliki Pelabuhan Laut, dimana arus barang melalui
Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (ini menjadi
Pendapatan bagi Kalsel), hal ini mengakibatkan harga-harga sembako di
Palangkaraya tinggi yang merupakan barometer bagi Kalteng. Mayoritas
ibukota Negara di dunia mempunyai Pelabuhan Laut, demikian pula dengan
ibukota Propinsi di Indonesia, hanya Bandung, Yogyakarta dan
Palangkaraya yang tidak dilalui Pelabuhan Laut. Bandung dan Yogyakarta
lebih maju dari Palangkaraya, karena usianya sudah lebih dari 200 tahun
jadi wajar saja. Makanya untuk Palangkaraya supaya maju seperti Bandung
dan Yogyakarta, bisa jadi secara matematis memerlukan waktu 150 tahun
(200 dikurangi usia Palangkaraya 50), ini tentunya hal yang tidak
menguntungkan Bagi Sampit dan Pangkalanbun selagi masih di bawah
Kalimantan Tengah. Pelabuhan laut adalah salah satu sarana penting
perdagangan untuk Kemajuan suatu daerah atau kawasan.
Perkembangan
terakhir, Bandara H. Asan Sampit telah membuka Jalur Penerbangan
Jakarta-Sampit PP walaupun baru 3x seminggu. Jadi untuk urusan bisnis
ke Jakarta, tidak perlu lagi ke Palangkaraya, cukup lewat Sampit.

Ekonomi
Efek
domino dari adanya Pelabuhan laut di Kabupaten Kotawaringin Timur dan
Kotawaringin Barat, adalah kedua Kabupaten ini merupakan penyumbang PAD
terbesar Propinsi Kalimantan Tengah dibandingkan Kabupaten lainnya yang
ada di Kalteng. Selain itu maraknya investasi Perkebunan Kelapa Sawit
dan Pertambangan di daerah Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat
semakin mempercepat pertumbuhan ekonomi kawasan ini. Kemajuan ekonomi,
merupakan salah satu modal utama terbentuknya Propinsi Kotawaringin.

Weakness
Propinsi
Kotawaringin belum memiliki dukungan elit politik dari pusat, minimal
untuk sandaran politik. Bercermin terbentuknya Propinsi Bangka
Belitung, mereka punya Yusril Ihza Mahendra (Menteri Kabinet, pada saat
terbentuk Propinsi Babel). Propinsi Kepulauan Riau, mereka punya Ismeth
Abdullah (Sebelum jadi Gubernur Kepri adalah Ketua Otorita Batam dan
Direktur Utama Badan Bantuan Ekspor), Propinsi Kepri ini memiliki
Batam, merupakan segitiga emas industri Kawasan Terpadu Sijori
(Singapura, Johor dan Riau) . Propinsi Sulawesi Barat, mereka cukup
dekat dengan Yusuf Kalla (wapres). Propinsi Gorontalo, mereka punya
Fadel Muhammad (Chairman PT. Bukaka Teknik Jakarta dan Bendahara Golkar
Pusat), yang sekarang sukses memimpin Gorontalo (Fadel Muhammad
kemudian dianugerahi gelar Doktor Kehormatan oleh UGM tanpa melalui
Pasca Sarjana S2 karena keberhasilannya mengangkat nasib nelayan
Gorontalo dengan meningkatkan harga ikan di nelayan pertama dari Rp
2.500 menjadi Rp 17.500 dan menjadikan jagung sebagai komiditi utama
dengan kualitas ekspor, sehingga nasib nelayan dan petani terangkat
sebagai orang kaya baru, jadi gelar S2 atau S3 bukan dibeli atau diraih
dengan mudah, seperti dilakukan banyak pejabat daerah saat ini, tapi
didapatkan dari prestasi, sehingga kualitas gelar S2 dan S3 dapat
dipertanggungjawabkan, bukan hanya embel-embel untuk naik pangkat, yang
minim kualitas dan daya analisa). Propinsi Banten, mereka punya banyak
elit politik di pusat, sebut saja misalnya salah satu penggagas
Propinsi Banten adalah anggota DPR-RI saat itu Alm. Ekky Syahruddin,
tokoh Banten lainnya adalah mantan menkoekuin Dorojatun Kuncorojakti
yang juga mantan Dekan Fakultas Ekonomi UI. Propinsi Papua Barat,
mereka punya Freddy Numbery (Menteri Kelautan). Propinsi Kotawaringin
tidak punya siapa-siapa, mengingat minimnya orang Kalteng khususnya
Kotawaringin yang berkarir politik dan berbisnis di Jakarta dan dapat
diperhitungkan di tingkat Nasional. Kalaupun ada, bisa jadi anggota
DPR-RI yang asli Kotawaringin hanyut dengan empuknya kursi DPR-RI,
sehingga tidak ada suaranya untuk membela kampung halaman. Adanya
seorang atau lebih tokoh, adalah penting untuk lobby politik.
Gerakan
pemuda dan mahasiswa dari Sampit, Pangkalanbun, Kuala Pembuang,
Sukamara dan Lamandau belum ada yang berani mengorganisir dan
mengadakan demonstrasi di DPR-RI Jakarta, agar wacana “Propinsi
Kotawaringin” menjadi perhatian untuk dibahas di DPR-RI, bukan hanya
dalam bentuk klipping koran. Kembali bercermin sebelum terbentuknya
Propinsi Babel, Kepri, Gorontalo, Sulbar, Banten dan Papua Barat,
mahasiswa dan pemudanya mengadakan demonstrasi di DPR-RI untuk
menunjukan eksistensi perjuangan apa yang dicita-citakan, seperti yang
penulis saksikan melalui TV dan surat kabar waktu itu. Adanya
demonstrasi pemuda dan mahasiswa dari Sampit, Pangkalanbun, Kuala
Pembuang, Sukamara dan Lamandau adalah penting agar suara Propinsi
Kotawaringin tidak hanya lokal dan bersifat marginal saja, tapi
kedengaran sampai DPR-RI. Bila sudah masuk bahasan DPR-RI di Komisi II
yang membidangi Pemerintahan Dalam Negeri, Otonomi Daerah, Aparatur
Negara, dan Agraria, barulah disini bicara lobby politik dan ekonomi.
Informasi tidak resmi yang penulis dapatkan di lapangan menyebutkan,
untuk membentuk Propinsi baru dibutuhkan dana sekian M dan sekian M
untuk para pembuat Undang-Undang tersebut. Propinsi Baru identik dengan
Proyek Baru, sehingga bukan rahasia umum lagi, dibutuhkan dana untuk
menggolkan proyek tersebut.
Belum adanya demonstrasi dari pemuda dan
mahasiswa dari Sampit, Pangkalanbun, Kuala Pembuang, Sukamara dan
Lamandau, terjadi karena kebanyakan umumnya orang kita di Kalteng
melanjutkan studi kebanyakan di Yogyakarta, Semarang, Malang dan
Surabaya, sedikit sekali yang berani studi di Jabodetabek dan Jawa
Barat, sehingga untuk Demo di Jakarta mungkin ongkosnya mahal, dan
mereka tidak tahu medannya bagaimana. Jangan pun untuk demo di DPR-RI,
jangan-jangan pas di Jakarta malah tidak tahu jalan dan ditipu sopir
taksi dengan argo kuda. Bahkan ada pameo bagi pendatang baru :”Ini
Jakarta bung, kejamnya ibutiri tak sekejam ibukota Jakarta” Bahkan,
Bang Yos mantan gubernur Jakarta pernah berkata : “Jakarta adalah
tempat berkumpulnya para macan”. Selain itu, mahasiswa dari
Kotawaringin inipun setelah lulus dari Jawa umumnya pulang kembali ke
Kalimantan untuk melamar jadi PNS dengan status “fresh graduate”,
bukannya mencari pengalaman kerja dulu di perusahaan-perusahaan besar
dan berkualitas untuk belajar disiplin, efisiensi, teknis dan
manajerial. Salah satu hasil riset menyatakan bahwa lulusan Perguruan
Tinggi Indonesia dikatakan belum siap pakai ke lapangan kerja, cuma
siap terima gaji, karena jauhnya kesenjangan sistem dunia kerja dan
sistem dunia pendidikan di Indonesia.
Kualitas SDM di kawasan
Kotawaringin dan tekanan politik dalam bentuk “demonstrasi” adalah
salah satu faktor yang menentukan cepat atau lambatnya Propinsi
Kotawaringin terbentuk selain lobby politik dan ekonomi tentunya.

Opportunity
Tingginya
angka pengangguran di kawasan Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat
baik pengangguran terdidik maupun tidak terdidik tentunya menjadi
masalah bagi kawasan ini. Terbentuknya Propinsi Kotawaringin tentunya
membutuhkan tenaga PNS baru, ini merupakan salah satu solusi bagi
banyaknya Sarjana lulusan dari Jawa yang asli dari Kotawaringin Timur
dan Kotawaringin Barat yang menganggur. Hal lainnya adalah dengan
dibangunnya Sarana dan Prasarana baru untuk Propinsi baru, merupakan
peluang usaha baru bagi Konsultan dan Kontraktor kawasan ini yang
sekaligus juga mampu menyerap tenaga kerja.
Tingginya PAD
Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat dapat lebih dirasakan oleh
kawasan ini bila Propinsi Kotawaringin terbentuk dengan dibangunnya
sarana umum seperti infrastruktur transportasi, telekomunikasi,
pendidikan, kesehatan, sosial. Sehingga diharapkan tidak ada lagi daerah
yang tidak dapat dicapai oleh pemerataan pembangunan. Karena selama ini
tingginya PAD Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat tersebut harus
dibagi untuk Kabupaten lainnya yang PAD-nya kecil di Propinsi
Kalimantan Tengah.
Adanya ASEAN Economy Community(AEC) atau
Komunitas Ekonomi ASEAN 2015 sebagai kelanjutan dari ASEAN Free Trade
Area(AFTA) yang digagas pada saat KTT ASEAN di Bali tahun 2003 dan
dideklarasikan pada saat KTT ASEAN ke -13 di Singapura tanggal 20
november 2007 lalu, tentunya salah satu peluang bagus bagi Propinsi
Kotawaringin. AEC ini boleh dikatakan Uni Eropa versi ASEAN, AEC
bermakna liberalisasi aliran barang, jasa, investasi, modal dan tenaga
kerja trampil, dimana berbagai hambatan perdagangan seperti bea masuk
maupun nonbea masuk diturunkan bahkan dihapus, sehingga faktor produksi
diberi keleluasaan untuk bergerak. Lalu apa korelasinya dengan Propinsi
Kotawaringin ? Bila ada Propinsi Kotawaringin didukung otonomi daerah
yang baik dengan produksi komoditi utama kelapa sawit dalam bentuk CPO
dengan volume sangat besar melalui dua Pelabuhan Laut Sampit dan
Pangkalanbun tentunya dapat menentukan pasokan CPO kawasan ASEAN,
mengingat diatas tahun 2010 produksi sawit Indonesia diperkirakan sudah
melampaui Malaysia sebagai penghasil CPO terbesar di dunia, dimana
salah satu perkebunan sawit terbesar di Indonesia adalah Kawasan
Propinsi Kotawaringin. Apalagi kalau CPO itu bisa diekspor dalam bentuk
barang jadi minyak goreng dalam kemasan, tentunya akan menyerap tenaga
kerja sekaligus solusi bagi pengangguran, bisa dibayangkan Propinsi ini
akan jadi salah satu Propinsi terkaya di Indonesia. Kita lihat saja
nanti, apakah setelah Propinsi Kotawaringin terbentuk bisa berperan
pada AEC 2015 atau hanya bisa jadi tamu di kampung sendiri.
Kesempatan
lain dengan adanya Propinsi Kotawaringin adalah melakukan program
kerjasama dengan Propinsi dari Negara lain dalam bentuk program “Sister
City”. Misalnya, kita lihat Program “Sister City” dalam bentuk
Konservasi Hutan guna memerangi pemanasan global antara Kabupaten
Malinau di Kalimantan Timur dengan Negara Bagian California, Amerika
Serikat yang akan dilaksanakan Desember ini. Program “Sister City” ini
penting sebagai tolok ukur kemajuan suatu daerah, karena pada saat
persaingan bebas, kemajuan suatu daerah bukan lagi dibandingkan dengan
daerah lainnya dalam satu Negara, melainkan dibandingkan ataupun
disandingkan dengan daerah dari Negara lain.

Threat
Secara
politis, tantangan pertama yang dihadapi masyarakat Kotawaringin dalam
mewujudkan Propinsi Kotawaringin adalah Statement Yusuf Kalla pada
halal bihalal lebaran di Makassar, yang mengatakan “Stop Pemekaran”.
Sah-sah saja Yusuf Kalla berkata demikian, bisa jadi Yusuf Kalla tidak
mau dipusingkan dengan anggaran baru untuk propinsi baru, yang bisa
mengurangi konsentrasi pilpres 2009 Yusuf Kalla. Pernyataan “Stop
Pemekaran” ini diamini pula oleh Gubernur Kalteng Teras Narang saat
menghadiri ulang tahun Kabupaten Kotawaringin Barat, padahal dulu Teras Narang gencar memperjuangkan pemekaran kabupaten
di Kalteng, pasca Tragedi Sampit 2001. Kenapa Teras Narang baru bicara
setelah ada Statement dari wapres, karena jelas saat ini adalah “bulan
madu” Teras jadi gubernur, setelah kenyang makan “asam garam politik”
di DPR-RI. Dia tidak mau kehilangan dua penyumbang PAD terbesar Kalteng
yaitu Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat. Padahal
jelas, pemekaran daerah untuk suatu kawasan tidak ada aturan, maupun
Undang-Undang yang melarang pemekaran, bila syarat dan kondisi
terpenuhi.
Kita lihat saja nanti, Propinsi Kotawaringin yang
didukung oleh Wahyudi (yang konon katanya berteman dekat dengan Menteri
Sekretaris Kabinet, Sudi Silalahi sebagai sesama alumni Lemhanas) dan
Pengusaha asli Sampit Drs. Majdi Filmansyah, MBA, (yang memiliki
jaringan bisnis Pelayaran Internasional serta punya koneksi dengan
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan) Taufik Effendi, Ahmad
Norman Zamili (Aster TNI), Bardiansyah (Setneg)) melawan kubu yang
tidak ingin pemekaran. Siapa yang menang apakah Wahyudi dan Majdi
Filmansyah bisa mewujudkan Propinsi Kotawaringin melawan Teras Narang,
yang memiliki jaringan cukup kuat dan berpengalaman di DPR-RI. Peranan
Teras Narang juga kelihatan dalam penentuan Ketua PDI-P Katingan
sehingga dengan mendukung Drs. Duel Rawing (Bupati Katingan) sampai
terpilih mendapatkan “perahu PDI-P” untuk pilkada Mei 2008 dengan
menyingkirkan Drs. Yan Teng Lie (Wabup Katingan), inilah kenapa
Kabupaten Katingan tidak ikut menyuarakan Propinsi Kotawaringin, karena
Bupatinya sudah berada dalam genggaman Teras Narang.
Tantangan
selanjutnya adalah penentuan ibukota propinsi, bila Propinsi
Kotawaringin terbentuk, bila tidak ditangani dengan baik, malahan bisa
menimbulkan persoalan baru bagi Kotawaringin Timur dan Kotawaringin
Barat. Ini bisa mengakibatkan disintegrasi Kotawaringin Timur dan
Kotawaringin Barat sehingga Propinsi Kotawaringin gagal terwujud.
Apapun
tantangan dan masalah yang dihadapi demi terwujudnya Propinsi
Kotawaringin, bila dihadapi bersatu, hati lapang, kepala dingin dan
mata terbuka, tentunya semua masalah dan tantangan adalah kecil dan
bisa diantisipasi.


http://propinsikotawaringin.blogspot.com/

Sabtu, 02 Mei 2009

Pendidikan Nasional yang ternodai UAN

Statistik:

  • Judul : Pendidikan Nasional yang ternodai UAN
  • Arah Pembicaraan : Membahas tentang peran UAN dalam sistem pendidikan Indonesia
  • Buah Pikiran : Muhammad Adam Firdaus







Mendengar kata UAN saja rasanya seperti mendengar seorang guru matematika yang kejam, sangar, pemarah, sensitif, dan sebagainnya. Yang apabila dia sudah memberi sebuah soal, saya pribadi akan sulit mengerjakan. Sulit dalam arti disini bukan dari segi konteks soalnya, tetapi karena rasa takut yang berasal dari guru tsb. Karena karakternya yang seperti itu, membuat saya tidak bisa menjawab soal yang dia berikan.
Paparan diatas mengingatkan saya akan UAN yang sama halnya dengan seorang guru matematika bukan sesuatu yang mengada – mengada.
UAN sejauh ini atau hasil UAN sampai saat ini yang katanya pemerintah optimis taraf mutu pendidikan Indonesia akan meningkat. Ternyata masih jauh dari apa yang diharapkan.
Malah sebaliknya, pendidikan Indonesia menurut saya bukan tambah membaik, tetapi lambat tapi pasti akan mengalami kemunduran.
Dengan UAN, tentu semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan merasa terbebani. Mulai dari siswa, guru, sampai kepada panitia – panitia pengawas UAN.
Segala sesuatu itu tidak bisa di target. Segala sesuatu itu harus dijalani, tidak perlu target sebagai patokan. Jalani saja apa yang ada dipikiran kita, itulah yang terbaik.
Jika kita ingin sukses pada sesuatu, perhatikan aspek – aspek yang sederhana, namun itu sangat vital dalam kunci keberhasilan kita kelak. Sebagai contoh, jika kita ingin sukses menjadi pemain bola handal. Tentu, hal yang harus diperhatikan seperti sepatu bola, lapangan yang memadai, tim pengajar yang profesional, dan masih banyak lagi. Mengapa saya tidak menyebut bakat? Karena bakat bukan merupakan kunci keberhasilan. Proses belajar tidak memandang bakat.
Jika faktor – faktor diatas belum dipenuhi, bisa jadi kualitas pemain bola handal yang kita harapkan akan sulit dinikamti.
Begitu pula dengan pendidikan di Indonesia. Pemerintah Indonesia merancang UAN, agar nantinya pendidikan Indonesia setara, tidak memandang Indonesia di bagian barat maupun timur. Bila sudah sama, nantinya diharapkan pendidikan di Indonesia akan mampu bersaing dengan negara lain.
Seharusnya, bila ingin menaikan taraf mutu pendidkan, paling tidak, perbaikilah terlebih dahulu saran & prasarana sekolah. Karena itu merupakan bagian mendasar & fundamental dalam dunia pendidikan.
Bagaimana ingin biologi dapat diatas standar? Kalu alat peraga saja tidak ada?
Bagaimana ingin maju dalam bidang IPTEk? Kalu 30 siswa dalam 1 kelas, hanya dapat 15 komputer? Sungguh menyedihkan.
Bagaimana ingin mendapatkan siswa yang berkompeten? Kalu gurunya saja hanya mengejar uang? Sementara niat tulus mengajarnya? Belum muncul?
Bentuk – bentuk yang kecil dan sepele semacam itulah yang mestinya harus diperbaiki. Jika diperbaiki, baru boleh sesuka hati mematok nilai standar demi majunya mutu pendidikan nasional.
Saya sebenarnya setuju saja dengan pelaksanaan UAN serempak di Indonesia. Namun, sebaiknya UAN jangan dijadikan penentu kelulusan seorang siswa. Karena apa? Di samping alasan yang logis misalnya, dalam kurun waktu 6, 3, 3 tahun di masing – masing pendidikan, kelulusan seorang siswa hanya ditentukan pada mata pelajaran tertentu saja, alasan lain yang perlu diperhatikan adalah, UAN bukan malah sebagai media penyerempak standar pendidikan Indonesia, tetapi malah menjadi media penjeblok pendidikan Indonesia & tidak mendidik. Siswa berebut dan berusaha agar memiliki nilai diatas standar, sedangkan guru? Yang katanya pahlawan tanpa jasa penyebar ilmu, kini berubah menjadi pahlawan berjasa penyebar jawaban. Dimana moral guru – guru Indonesia sekarang?
Alternatif menurut saya adalah UAN dijadikan sebagai indikator pembelajaran saja. Yang frekuensi pelaksanaannya tidak tiap tahun.
Jika kita semua ingin menaikan mutu pendidikan Indonesia, kita tidak bisa sim salabim langsung mematok target. Tetapi perjalan menuju suatu peningkatan membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
Jika kita semua menginginkan perubahan yang cepat. Kita sebenarnya tidak perlu mengadakan UAN. Faktor – faktor yang saya sebutkan diatas harus dibenahi. Walaupun kita tidak menarget kemampuan kita, tetapi apbila sarana & prasarana sudah terpenuhi, saya yakin mutu pendidikan Indonesia akan terangkat sendirinya. Bahkan dapat lebih baik? Mudah – mudahan...

Selasa, 18 November 2008

Ehm... Di SMAN1 Pangkalan Bun kan akan di gelar pemilihan ketua osis...

Pertanyaan klasik,,,

Seperti apa kriteria ketua osis / selera ketua osis anda...?